Dua hari silam,saya menjumpai modus mencopet lawas yang termasuk baru di mata saya. Kebetulan saya sendiri menjadi korbannya.
Dimulai dari perjalanan saya menuju ITC Fatmawati dari terminal Lebak Bulus. Pagi menjelang siang sehabis turun hujan,dan saya sedang menunggu Metromini S79 Lebak Bulus-Blok M. Hanya ada beberapa penumpang ketika saya masuk dan duduk di bangku paling dekat dengan pintu depan. Itu adalah posisi bangku paling praktis bagi saya yang sering kelewatan mengenali tempat tujuan.
Seorang bapak berkemeja putih mencangklong ransel didepan dada duduk disamping saya. Insting saya sudah merasa aneh mengingat banyak bangku kosong didalam bus. Posisi saya sekarang terjepit antara besi pembatas dengan pintu depan sedang disebelah saya ada duduk bapak-bapak berumur limapuluhan tersebut. Tak lama bus mulai berjalan pelan dan seorang bapak berpotongan cepak membagikan brosur pijat refleksi kepada kami.
Keanehan kedua,brosur itu hanya dibagi kepada kami. Bapak tukang pijat itu lalu mulai berpromosi sambil memijat tangan kiri bapak disamping saya. Kemudian dia meraih tangan kanan saya dan mulai memijatnya. Otomatis ini membuat posisi ransel bagian kanan saya (yang juga saya cangklong didada) lowong tidak terjaga. Ketika tangan kanan saya dipijat, ada sedikit hentakan terasa di lambung kanan. Dan tubuh bapak disamping saya agak miring kekiri mendesak saya.
Keganjilan berikutnya terjadi ketika selesai memijat, bapak tukang pijat itu menarik kembali brosur yang saya pegang dan tergesa-gesa turun. Bapak-bapak kantoran itu juga buru-buru menyusul turun dari pintu belakang. Posisi bus saat itu sedang berbelok kekanan dari perempatan Pasar Jumat masuk ke jalan Pondok Pinang Raya.
Ketika saya mengecek ransel saya,kantong resleting sebelah kiri sudah terbuka dengan kepala resleting yang jebol. Saya memakai sweater bertudung saat itu,dan sebungkus rokok beserta lighternya saya taruh di saku kanan. Rokoknya lenyap tinggal lighternya.
Syukurlah karena total kerugian saya hanya beberapa batang rokok. Jika berpergian, dompet dan hape selalu ada di kantong celana depan. Agak risih memang, tapi untuk kesekian kalinya cara itu berhasil menyelamatkan saya.
Tergelitik dengan aksi para copet itu, saya lalu turun dan berjalan kembali ke perempatan. Jika ada yang bilang orang-orang Jakarta itu indivualistis, saya berani bilang anggapan itu sangat subyektif. Terbukti ketika saya meminta tolong kepada beberapa tukang ojek yang mangkal di perempatan. Bersama mereka, saya mendapati dua copet itu hendak menaiki angkot ke arah Ciputat. Sempat terjadi saling dorong dan alphamale chaos. Saya tahu barang bukti sebungkus rokok sangat tidak berguna, bahkan terkesan mengada-ada. Mungkin juga karena adrenalin saya sedikit terpacu dan ingin melampiaskan dalam bentuk bentrok fisik. Yang jelas saya sempat berpesan ke abang-abang tukang ojek itu untuk menghafal wajah mereka sebelum melepasnya pergi. Perkara ini tak pernah sampai ke pihak yang berwajib, namun setidaknya para copet itu lebih gentar untuk beroperasi di daerah tersebut.
Berikut analisa amatir saya dari kasus copet tukang pijat tersebut :
– Suspect berjumlah lebih dari satu, satu sebagai pengalih perhatian,yang lain sebagai eksekutor
– Bus yang dipilih cenderung sepi penumpang, menghindari di amuk massa jika ketahuan
– Cara berpakaian eksekutor sangat rapi bagai pekerja kantoran
– Medan operasi yang terhitung dekat dengan evacuation route yang mudah dicapai. Dalam kasus saya, jarak antara Terminal Lebak Bulus dengan perempatan Pasar Jumat bisa ditempuh kurang dari sepuluh menit.
– Ketika tangan kanan saya diangkat untuk dipijat, tangan kanan bapak disebelah saya menyelusup diantara ransel didadanya dan mulai beraksi. Tubuh yang miring dibuat seolah-olah mengikuti gerakan bus.
Bukan modus yang baru memang, tapi ketika mengalaminya sendiri mau tak mau segumpal pelajaran berharga terpaksa kita telan bulat-bulat.
Karawang,170115
Recent Comments